Senin, 20 April 2009

dunia tutup usia

Ini kiamat kecil pertama yang telah kulalui

Ketika itu orang tuaku sedang berlibur ke yogya untuk melihat aku dan kakakku
Hari itu aku tidur bertiga bersama ibu dan kakakku di rumah saudaraku
Jam 5.45 pagi..aku ibuku dan kakakku menjerit teriak pasrah ketakutan..

Aku seperti merasakan bola raksasa / meteor jatuh menggelinding dari atas akan menghimpitku
Aku seperti merasakan DADJAL raksasa sedang berjalan menghancurkan kita
Aku seperti merasakan larva merapi turun bergelinding membakar semua yang ada
Yah, itulah yang ada dipikiranku saat itu
Aku hanya bisa berteriak dan terus berteriak sekuat tenaga dengan telentang dan pasrah..

Guncangan itu hebat sekali..
Bahkan aku pun tidak bisa berdiri dengan kedua kakiku..
Ketika aku berdiri dan berhasil berjalan, akupun terjatuh lagi
seperti di dalam mesin blender buah yang sedang diaduk-aduk
lantai menjadi di atap, atap menjadi di lantai

Ibuku menarikku ke pintu untuk keluar
Genting-genting berjatuhan di samping-samping tapak ku berjalan,
Untungnya genting itu tidak mengenai diriku
Sambil tergopoh – gopoh aku mencoba berjalan keluar

Sesampainya diluar, guncangan itu pun berhenti..
Cukup lama guncangan itu terjadi, sekitar 3 menit lebih
Bapakku dan saudara ku langsung menyalakan radio dan televisi untuk mengetahui apa penyebab guncangan hebat itu..
Tapi tak ada satu pun channel yang terhubung...semua sambungan terputus..
Aku, ibuku, dan kakakku berjalan keluar ke arah utara untuk melihat merapi
Merapi itu berasap, dan mengeluarkan awan hitam..
Sepertinya guncangan hebat tadi akibat amukan merapi

Tiba-tiba dari selatan, belakang arah ku berjalan
Berduyun-duyun orang berlari membawa harta benda mereka,
Membawa anak mereka..sambil berseru dan berteriak..
“air...ada air besar datang “ cepat...cepat...

Aku dan rombongan ku berlari kembali ke rumah
Kita semua kalang kabut...
Aku hanya mengambil ponsel dan kameraku..
Hanya benda itu yang sempat terpikir dan kubawa..
Kami berbondong-bondong naik ke mobil
Semua panik dan berteriak
Anjing peliharaan saudara ku yang bernama CHIKKO tak bisa ikut bersama kami ke dalam mobil..
chikko menangis ketakutan..ia berputar-putar kebingungan dan mengeluarkan air mata

Aku terus berteriak menyebut asma Allah..
Kita berjalan mencari dataran tinggi untuk berlindung agar air tidak naik..
Aku pikir hari itu adalah hari terakhirku..dan kiamat
Semua orang berlari-lari ketakutan
Takut azal datang menjemput..

Aku sempat merekam kejadian itu dengan kameraku
Tiba-tiba petugas ambulance dan militer datang dengan sirine dan toa..
“tidak ada air yang naik...air itu masih di selatan jawa..kita berada di utara, semua warga diharapkan jangan panik dan kembali ke rumah masing-masing”
Dengan penjelasan tim militer, kita pun kembali ke rumah..
Ternyata guncangan itu berasal dari air laut parangtritis..

Aku yang merasakannya di utara saja sudah seperti itu, apa lagi yang dekat dengan tempat kejadian di selatan..guncangannya pasti sangat hebat sekali..
Sehingga tidak hanya menelan ratusan korban melainkan ribuan korban


Kiamat kecil kedua yang kualami di selatan Jakarta

Situ Gintung berada tidak jauh dari tempatku bernaung
Ketika itu kamis sore aku sedang berjalan-jalan dan hendak pulang ke rumah dengan menggunakan kendaraan saktiku beroda dua
Sore itu Jakarta diguyur hujan lebat disertai badai dan petir..
Aku dengan menggunakan mantel dan kendaraan saktiku hanya bisa berjalan perlahan untuk kembali ke tempat ku bernaung
Derasnya hujan dan angin badai membuat kendaraanku berjalan lambat..
Sesekali kendaraan ini begeser terbang menyusuri bibir selokan
karena kencangnya angin bertiup
Kerasnya petir menyambar membuatku semakin takut..
Mulutku tidak pernah luput membaca ayat – ayat - Nya..
Aku benar-benar merasakan takut yang hebat sekali..
Karena keadaan itulah, yang memaksaku berhenti dan berlindung..
Pengemudi lain pun juga melakukan hal yang serupa denganku
Kami semua berlindung dibalik dinding tebal..
Seperti bersembunyi dari maut yang akan menjemput kami

Angin badai semakin besar bertiup..
Tubuhku terasa semakin dingin..
Kudapati beberapa bongkahan es berjatuhan dari langit..
Batu – batu es berjatuhan mengelilingi kami

Badai hujan tak kunjung usai
Aku pun harus melalui badai itu dan banjir besar untuk sampai ke tempatku bernaung
Aku terus berjalan menyusuri diantara petir-petir yang menari..
Dan air kali yang beriak meramaikan pestanya

Esok paginya kudapati kain-kain yang berisi manusia yang sedang tertidur lelap selamanya..
Orang-orang beramai menonton dan membantu
Air semakin beriak menertawakan

Aku berada dekat dan merasakan juga kiamat kecil itu
Dan aku bersyukur masih diberi umur sampai detik ini
Sehingga aku bisa menuangkan dalam untaian kata-kata..